About the Journal

Panji Selaten adalah peraturan perundangan-undangan milik Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura sebagai konstitusi kerajaan yang terdiri dari 39 pasal. Selain itu Kesultanan Kutai Kartanegara juga menerbitkan undang-undang Beraja Nanti atau Beraja Niti dengan jumlah pasal sebanyak 14 pasal sebagai undang-undang terapan. Keduanya diterbitkan pada masa pemerintahan Pangeran Aji Sinum Panji Mandapa (1635-1650) dengan menggunakan aksara Arab Melayu.

Ada beberapa faktor pendukung sehingga kerajaan mengambil kebijakan hukum
dengan penerapan undang-undang Panji Selaten sebagai konstitusi kerajaan dan Beraja Niti sebagai undang-undang terapan. Pertama, pengalaman runtuhnya dinasti Mulawarman yang memiliki sistem pemerintahan yang tidak terstruktur dengan baik. Kedua, pengaruh ajaran Islam yang secara prinsip menganggap politik pemerintahan adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari persoalan agama. Dan faktor kedua inilah yang lebih mewarnai sistem politik dan hukum kesultanan yang bershara’kan agama Islam.
 
Panji Selaten dan Beraja Niti semenjak diundangkannya terus diberlakukan secara penuh sampai ditandatanganinya perjanjian pengakuan kekuasaan Gubernemen Hindia Belanda atas kesultanan Kutai oleh Sultan Aji Muhammad Salehuddin pada tanggal 11 Oktober 1844. Selanjutnya, pada tahun 1846 pada masa pemerintahan Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Belanda menempatkan Asisten Residen –H. van Dewall–yang berkedudukan di Samarinda. Maka, pemberlakuan kedua undang-undang tersebut dibatasi sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan pemerintah Hindia Belanda.